Jumat, 11 Maret 2011

Tiga penyebab TERSESATNYA seseorang dari jalan Allah yang lurus

1. Hanya bergantung pada logika yang dangkal

Kebanyakan orang yang memiliki pemikiran MENYIMPANG dan SESAT diawali dari pemikiran keliru terhadap ayat ataupun hadits. Yang kemudian ia MEMAHAMI SENDIRI dengan
logikanya yang dimana logika tersebut dibangun di atas logika yang fasid (rusak).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berikut ini.

“Bahkan akal adalah syarat untuk mengilmui sesuatu dan untuk beramal dengan baik dan sempurna. Akal pun akan menyempurnakan ilmu dan amal.

Akan tetapi, akal TIDAKLAH BISA berdiri sendiri.

Akal bisa berfungsi jika dia memiliki instink dan kekuatan sebagaimana penglihatan mata bisa berfungsi jika ada cahaya.

Apabila akal mendapati cahaya iman dan Al Qur’an barulah akal akan seperti mata yang mendapatkan cahaya mentari.

Jika bersendirian TANPA CAHAYA, akal tidak akan bisa melihat atau mengetahui sesuatu.”

[Majmu’ Al Fatawa, 3/338-339]

Intinya, logika bisa berjalan dan berfungsi jika ditunjuki oleh dalil syar’i yaitu dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah.

Tanpa cahaya ini, akal tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan tentang surga dan neraka, betapa banyak ayat yang menunjukkan kekalnya.

Pantaskah di sini akal mengalahkan dalil Al Qur’an dan As Sunnah?!

Ketahuikah, Logika barulah benar jika memang tidak berseberangan dengan wahyu!!!

2. Tidak mau merujuk pada ulama

Setelah mereka membangun pemikirannya dengan
pendapatnya sendiri, maka kesalahan kedua mereka adalah TIDAK MERUJUK KEPADA ULAMA dalam MEMAHAMI ayat ataupun hadits.

Dan sebaik-baik ulama adalah PARA SAHABAT, karena kepada merekalah al qur-aan diturunkan, kepada merekalah Rasullullah diutus, dan merekalah yang DIBIMBING SECARA LANGSUNG oleh RASULULLAH dalam
memahami, meyakini dan mengamalkan agama ini.

Namun para pengikut hawa nafsu merasa tercukupi dengan pendapatnya sendiri tanpa mau melihat orang YANG LEBIH ALIM serta LEBIH PAHAM AGAMA darinya.

Sehingga akhirnya ia tersesat sejauh-jauhnya dari jalan orang-orang mukmin

Wallahul musta'aan.

baca: http://abuzuhriy.com/?p=938

Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Umar bin 'Abdul 'Aziz,

مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ

”Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan.”

[Lihat Al Amru bil Ma'ruf wan Nahyu 'anil Munkar, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 15, Mawqi' Al Islam]

Kita punya kewajiban jika tidak tahu tentang masalah agama termasuk pula dalam memahami ayat untuk bertanya pada orang berilmu.

Allah Ta’ala berfirman,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.”

(QS. An Nahl: 43 dan Al Anbiya’: 7).

Ingatlah, obat dari kebodohan adalah dengan bertanya pada ahli ilmu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالُ

“Obat dari kebodohan adalah dengan bertanya.”

[HR. Abu Daud no. 336, Ibnu Majah no. 572 dan Ahmad (1/330). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shohih Al Jaami’ no. 4363]

Ketika membawakan hadits ini, Ibnu Qayyim Al Jauziyah mengatakan,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut kebodohan dengan penyakit dan obatnya adalah dengan bertanya pada para ulama (yang berilmu).”

[Ighotsatul Lahfaan min Mashoidisy Syaithon, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, 1/19, Darul Ma’rifah, cetakan kedua, tahun 1395 H]

Maka orang yang tidak berilmu KEWAJIBANnya adalah DIAM, bukannya BICARA. kecuali pembicaraannya itu adalah UNTUK BERTANYA kepada ulama.
maka ketika ia TELAH BERILMU (dengan ilmu YANG SHAHIIH), barulah ia bicara


3. Mengikut ayat mutasyabih (yang masih samar)

Inilah thoriqoh (metode) orang-orang yang menyimpang memang seperti ini.

Kebiasaannya adalah selalu mempertentangkan ayat yang satu dan lainnya.
...
Atau kebiasaannya adalah berpegang pada ayat yang masih samar (baca: mutasyabih) dan meninggalkan ayat-ayat yang sudah jelas yaitu ayat muhkam.

Seharusnya sikap yang tepat ketika seseorang menemukan ayat-ayat yang samar dan sulit baginya untuk memahaminya adalah ia pahami dan membawa ayat tersebut kepada ayat muhkam (yang sudah jelas maknanya). Bukan malah yang jadi pegangan adalah ayat mutasyabih yang masih samar.

Itulah yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala, ketika kita menemukan ayat masih samar, bawalah ayat tersebut kepada ayat yang sudah jelas maknanya agar kita tidak tersesat.

Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat.

فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ

Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah.

وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آَمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا

Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Rabb kami."

وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”

(QS. Ali Imron: 7).

Ayat-ayat yang muhkam (yang sudah jelas maknanya) dalam ayat ini disebut dengan ummul kitaab (induk kitab).

Artinya, ayat-ayat muhkam inilah yang jadikan rujukan ketika bertemu dengan ayat-ayat yang masih samar bagi sebagian orang (mutasyabihaat).

[Faedah dari penjelasan Ibnu Katsir ketika menjelaskan surat Ali Imron ayat 7. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3/7]

Namun kecenderungan orang-orang yang sesat adalah biasa mengikuti ayat mutasyabih (yang masih samar).

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,

“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, yaitu keluar dari kebenaran menuju pada kebatilan, maka mereka mengikuti ayat yang masih mutasyabih (masih samar).

Mereka mengambil ayat mutasyabih tersebut yang mampu mereka selewengkan sesuai maksud mereka yang keliru dan dijadikan sebagai pembela mereka karena makna yang masih bisa diselewengkan sesuka mereka.

Adapun ayat-ayat yang muhkam (yang sudah jelas maknanya), seperti itu tidak dijadikan rujukan mereka.

Mereka tidak mau berpegang pada ayat yang muhkam karena itu bisa menyangkal dan menjatuhkan pendapat mereka sendiri. ”

[Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3/9]

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca surat Ali Imron ayat 7 di atas, lalu ‘Aisyah mengatakan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَأَيْتُمُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ

“Jika kalian melihat orang-orang yang sering mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih (yang masih samar), maka merekalah yang Allah sebut (dalam surat Ali Imron ayat 7). Oleh karenanya, Waspadalah terhadap mereka.”

[HR. Muslim no. 2665]

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah pada penulis buku tersebut.

Semoga kaum muslimin yang lain dapat terhindar dari kekeliruan-kekeliruannya. Hanya Allah yang memberi taufik.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Sumber: http://www.rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2900-menyanggah-buku-ternyata-akhirat-tidak-kekal.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar