Jumat, 11 Maret 2011

hidup yang sekarang kita jalani ini AKAN BERAKHIR

hidup yang sekarang kita jalani ini AKAN BERAKHIR, dan ketahuilah waktunya SANGAT SINGKAT, sedangkan kehidupan yang KEKAL akan menanti kita. apakah kita akan mengorbankan kebahagiaan untuk kehidupan yang kekal, hanya untuk meraih kepuasan yang fana?

Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

”Surga dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai, dan neraka dikelilingi oleh kenikmatan.”
...
(HR Muslim)

Cukuplah sabda beliau diatas sebagai ancaman yang keras bagi para pengikut (atau bahkan, PENYEMBAH) hawa nafsu. ia berbuat sekehendak hawa nafsunya tanpa memikirkan nasibnya dihari kemudian.

kecintaannya didasarkan hawa nafsunya, kebenciannya pun didasarkan hawa nafsunya.

larangan-larangan Allah ia terjang hanya untuk memuaskan hawa nafsunya. hingga akhirnya ia pun membenci laranganNya.

perintah-perintahNya ia tidak kerjakan, tidak pula ia indahkan, karena harus mengorbankan hawa nafsunya. hingga akhirnya ia pun membenci perintahNya.

ia mengira kehidupan yang penuh kelapangan di dunia akan abadi, ia mengira hal tersebut bermanfaat untuk dirinya..

tidak sadarkah ia kehidupan yabg sedang ia jalani kehidupan ang singkat lagi fana? tidak sadarkah pula ia kehidupan yang kekal akan menantinya? tidak sadarkah ia bahwa ajal akan menjemputnya? tidak sadarkah ia bahwa ajal menjemputnya tanpa pemberitahuan sebelumnya? tidak sadarkah ia apabila ajal telah datang maka tidak berguna taubat dan amalan shalih?!

tidakkah ia mendengar sabda Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam berikut?

يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ،

“Pada hari kiamat akan didatangkan orang yang paling banyak kenikmatan di dunia di antara penghuni neraka.

فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً، ثُمَّ يُقَالُ: يَا ابْنَ آدَمَ، هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ؟ فَيَقُولُ: لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ.

Lalu ia dicelupkan ke dalam neraka satu celupan, lalu ditanya: “Apakah engkau pernah melihat kebaikan dan merasakan kenikmatan?” Iapun menjawab: “Demi Allah tidak, wahai Rabbku.”

وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Dan akan didatangkan orang yang paling sengsara di dunia di antara penduduk surga.

فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ، فَيُقَالُ لَهُ: يَا ابْنَ آدَمَ، هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ؟ فَيَقُولُ: لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ، مَا مَرَّ بِي بُؤُسٌ قَطُّ، وَلاَ رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

Lalu ia dicelupkan di surga satu celupan, lalu ditanya: “Apakah engkau pernah melihat kesengsaraan dan merasakan kesusahan?” Iapun menjawab: “Demi Allah tidak wahai Rabbku, aku tidak pernah mengalami kesengsaraan dan tidak pernah melihat kesusahan sama sekali.”

(HR. Muslim)

sungguh hadits diatas adalah kabar gembira dan peringatan orang-orang beriman.

kabar gembira bagi orang-orang yang senantiasa bersyukur ketika
mendapat nikmat serta kabar gembira bagi orang orang yang bersabar ketika ia ditimpa ujian/cobaan/fitnah.

ia tahu nikmat duniawi yang ia dapatkan TIDAKLAH KEKAL, yang nantinya akan ia tinggalkan; sehingga ia tidak tertipu dengannya.

ia pun tahu cobaan duniawi yang ia dapatkan TIDAKLAH KEKAL, sehingga ia tidak meratap karenanya.

ia tahu kesabaran untuk tetap berada diatas kebenaran dengan menjauhi syubuhat dan syahwat akan diberi balasan oleh Allah, sehingga ia tetap bersabar.

demikianlah orang-orang beriman, maka alangkah menakjubkannya mereka, ketika ditimpa musibah maka mereka bersabar, dan ketika ditimpa nikmat maka mereka bersyukur. sehingga apapun yang menimpanya, baik cobaan maupun nikmat, maka itu baik baginya.

sebaliknya, hadits diatas merupakan peringatan bagi orang-orang yang tertipu, yang ia menganggap kesuksesan duniawi adalah segala-galanya; yang ia mengira cobaan kehidupan dunia adalah kehinaan baginya.

Allah berfirman

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16)

“Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Rabbku telah memuliakanku”. Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: “Rabbku menghinakanku“.

(QS. Al Fajr: 15-16);

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

“Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengingkari orang yang keliru dalam memahami maksud Allah meluaskan rizki. Allah sebenarnya menjadikan hal itu sebagai ujian. Namun dia menyangka dengan luasnya rizki tersebut, itu berarti Allah memuliakannya (demikian pula sebaliknya). Sungguh tidak demikian, sebenarnya itu hanyalah ujian."

demikianlah celaan Allah bagi orang orang yang MATREALISTIS, yang menilai sesuatu dengan timbangan duniawi; mengira bahwa kemuliaan itu didapatkan dengan kelapangan duniawi, dan kehinaan itu adalah kesempitan duniawi.

sungguh bukan demikian prinsip seorang muslim, bagi mereka kemuliaan dan kehinaan seseorang itu berlandaskan aqidah/ketaqwaan mereka. siapa yang beriman dan bertaqwa, maka ia adalah orang yang mulia. siapa yang kafir lagi fajir, maka ialah yang hina.


Ingatlah bahwa Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman

قَالَ اللَّهُ: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ .

..."Telah Aku siapkan untuk hamba-hambaKu yang saleh apa-apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah di dengar oleh telinga, dan tidak pernah terdetik di hati manusia."

(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Sekarang, tidakkah kita merindukan kenikmatan ini? Semua nikmat itu bisa kita raih, asal kita mau.

Nabi bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَنْ يَأْبَى: قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.

“Semua umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, siapa sih yang enggan masuk surga? Rasulullah r menjawab: “Barang siapa yang mentaatiku akan masuk surga. Dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku, maka ia telah enggan.

(HR. al-Bukhari)

Maka hendaknya kita kembali kepada Islam yang benar, menganutnya secara KAAFFAH (menyeluruh) dengan mengikuti Rasulullah dengan sebaik-baiknya; mengikuti beliau dalam hal aqidah, ibadah, akhalak serta muamalah dalam menjalani hidup ini.

Ingatlah hidup itu penuh dengan ujian dan cobaan. tapi ingatlah hidup ini hanyalah singkat, ujian dan cobaan tersebut tidaklah ada apa-apanya dengan kebahagiaan kekal yang menanti. maka bersabarlah ketika kita ditimpa ujian dan cobaan.

Ketahuilah bahwa Allah menjadikan kehidupan dunia sebagai penjara bagi kaum muslimin.

Nabi bersabda:

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

"Dunia adalah penjara untuk mukmin dan surge bagi kafir.”

(HR. Muslim)

Jadi, alam yang ada di hadapan kita sekarang ini adalah alam ujian, alam beramal dan bersabar.

Jangan sampai kita tergoda oleh kenikmatan semu dunia! Harapkanlah buah manis yang menanti, jika kita lulus, yaitu surga yang kita rindukan.

Seperti dikatakan: Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang di tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Sumber:

- http://www.serambimadinah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=88%3Abuletin-serambi-madinah-edisi-2&catid=62%3Anasehat&Itemid=54

- http://muslim.or.id/aqidah/memahami-allah-maha-pemberi-rizki.html

Kehidupan akhirat (Surga dan neraka) itu KEKAL karena Allah yang menghendaki keduanya untuk kekal. Keduanya tidaklah fana.

Banyak sekali dalil yang membicarakan hal ini, berikut kami sebutkan sebagiannya.

Tentang surga, Allah Ta’ala berfirma...n,

خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Mereka KEKAL di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”

(QS. At Taubah: 100)

Tentang neraka, Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَظَلَمُوا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيقًا ,إِلَّا طَرِيقَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka, kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka KEKAL di dalamnya selama-lamanya.”

(QS. An Nisa’: 168-169)

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika penduduk surga telah memasuki surga dan penduduk neraka telah memasuki neraka, kemudian seseorang akan meneriaki di antara mereka,

“Wahai penduduk neraka, tidak ada lagi kematian untuk kalian. Wahai penduduk surga, tidak ada lagi kematian untuk kalian. Kalian akan KEKAL di dalamnya.”

[ HR. Abu Daud no. 336, Ibnu Majah no. 572 dan Ahmad (1/330). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shohih Al Jaami’ no. 4363]


jika ada yang "berdalil" dengan ayat

خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ
“Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi”,
...
Maka ia telah SALAH KAPRAH, menafsirkan al qur-aan DENGAN KEBODOHAN atau HAWA NAFSUNYA.
marilah kita MERUJUK kepada penafsiran AHLINYA, yakni ahli tafsir dari para ulama AHLUS SUNNAH.
1. Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah mengatakan,
“Orang Arab biasanya jika ingin mensifatkan sesuatu itu kekal selamanya, maka mereka akan mengungkapkan dengan,
هذا دائم دوام السموات والأرض
“Ini kekal selama langit dan bumi ada.” Namun maksud ungkapan ini adalah kekal selamanya.
[Tafsir Ath Thobari (Jaami’ Al Bayan ‘an Ta’wilil Ayil Qur’an), Ibnu Jarir Ath Thobari, 12/578, Dar Hijr]
2. Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurosyi Ad Dimasyqi
Selain membawakan perkataan Ibnu Jarir Ath Thobari, Ibnu Katsir membawakan penafsiran lain. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Boleh jadi dipahami bahwa maksud ayat “selama langit dan bumi itu ada” adalah jenis langit dan bumi (maksudnya: langit dan bumi yang ada pada kehidupam akhirat BERBEDA dengan saat ini, pen).
Karena sudah pasti alam akhirat juga ada langit dan bumi (namun berbeda dengan saat ini, pen). Buktinya adalah firman Allah Ta’ala,
يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَوَاتُ
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit.”
(QS. Ibrahim: 48)
Oleh karena itu, Al Hasan Al Bashri menjelaskan mengenai firman Allah,
خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ
“Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi”
maksudnya adalah Allah mengganti langit berbeda dengan langit yang ada saat ini.
Begitu pula Allah mengganti bumi berbeda dengan bumi yang ada saat ini.
Langit dan bumi (yang ada pada saat itu, ed) pun akan terus ada (KEKAL)"
Ibnu Abi Hatim mengatakan bahwa Sufyan bin Husain menyebutkan dari Al Hakam, dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas, beliau mengatakan mengenai firman Allah (yang artinya),
“Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi,”
yaitu setiap surga itu memiliki langit dan bumi.
‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam menafsirkan,
“Yaitu selama bumi itu menjadi bumi (yang berbeda dengan saat ini, pen) dan langit menjadi langit (yang berbeda dengan saat ini, pen).”
–Demikian penjelasan Ibnu Katsir rahimahullah mengenai surat Huud ayat 107-
[Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/472, Muassasah Qurthubah]
3. Abu Muhammad Al Husain bin Mas’ud Al Baghowi
Al Baghowi menyatakan yang hampir sama dengan Ibnu Jarir Ath Thobari dan Ibnu Katsir.
Al Baghowi mengatakan,
“Mengenai ayat
(yang artinya), “Mereka kekal di dalamnya” yaitu terus berada tinggal di dalamnya.
Sedangkan ayat
(yang artinya), “Selama langit dan bumi itu ada”,
sebagaimana dikatakan oleh Adh Dhohak,
“Selama langit dan bumi dari surga dan neraka itu ada. Karena segala sesuatu yang berada di atasmu dan menaungimu itulah langit. Sedangkan segala sesuatu sebagai tempat engkau berpijak itulah bumi.
Begitu pula para pakar tafsir menjelaskan bahwa ungkapan dalam ayat tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan kekalnya sesuatu. Inilah ungkapan yang biasa disebutkan oleh orang Arab.
Mereka biasa mengatakan, “Saya tidak akan mendatangimu selama langit dan bumi itu ada”.
Atau mereka katakan, “... selama bergantinya malam dan siang”.
Mereka maksudkan ini semua untuk mengungkapkan “selamanya”.”
[Ma’alimut Tanzil, Al Baghowi, 4/200, Dar Thoyibah, cetakan keempat, tahun 1417 H]
4. Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Asy Syaukani
Tentang ayat (yang artinya),
“Selama langit dan bumi itu ada,”
Asy Syaukani menukil perkataan Ibnu ‘Abbas yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim, beliau mengatakan maksud ayat tadi,
“Setiap surga memiliki langit dan bumi tersendiri.”
[Fathul Qodir, Asy Syaukani, 3/486, Mawqi’ At Tafaasir]
5. Mahmud bin ‘Amr bin Ahmad Az Zamakhsyari
Az Zamakhsyari menyatakan penafsiran yang sama dengan Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir.
"Jadi, makna ayat (yang artinya),
“Selama langit dan bumi itu ada”,
maksudnya adalah langit dan bumi di akhirat, keduanya itu abadi dan makhluk yang kekal
ungkapan orang Arab yang ingin menyatakan sesuai itu kekal dan tidak ada ujung akhirnya.
Untuk maksud pertama ini, beliau membawakan dua ayat bahwa di akhirat itu ada langit dan bumi tersendiri. Ayat pertama, Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَوَاتُ
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit.”
(QS. Ibrahim: 48)
Ayat kedua, Allah Ta’ala berfirman,
وَأَوْرَثَنَا الأرض نَتَبَوَّأُ مِنَ الجنة حَيْثُ نَشَاء
“Dan telah (memberi) kepada kami bumi (tempat) ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki.”
(QS. Az Zumar: 74)
[Al Kasysyaf, Az Zamakhsyari, 3/124, Mawqi’ At Tafaasir]
6. Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengungkapkan,
“Sekelompok ulama menjelaskan mengenai firman Allah
(yang artinya),
yaitu yang dimaksud adalah langit dari surga dan bumi dari surga. Sebagaimana disebutkan dalam Shahihain,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika kalian ingin meminta pada Allah, mintalah surga Firdaus. Firdaus adalah surga yang paling tinggi dan merupakan surga pilihan. Sedangkan atap (langit) dari surga tersebut adalah ‘Arsy Allah”.
Begitu pula sebagian ulama ketika menjelaskan mengenai firman Allah,
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.”
(QS. Al Anbiya’: 105).
Yang dimaksudkan di sini adalah bumi di surga.
Oleh karena itu tidak bertentangan antara yang menyatakan langit akan terlipat (yaitu langit dunia, pen). Sedangkan langit yang tetap terus ada adalah langit (atap) dari surga.
Oleh karena itu, yang mesti kita pahami adalah segala sesuatu yang berada di atas, maka ia disebut secara bahasa dengan langit (as samaa’). Sebagaimana pula hujan disebut dengan samaa’ (langit). Dan atap juga disebut dengan samaa’ (langit).”
[Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 15/109, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H]
Ringkasnya,
mengenai surat Huud ayat 107 dan 108, ada dua penafsiran:
Pertama: Yang dimaksud adalah langit dan bumi yang ada di akhirat nanti (dan sifatnya TIDAK SAMA dengan langit dan bumi saat ini)
Kedua: Penyebutan “selama langit dan bumi itu ada” adalah ungkapan orang Arab yang ingin menyebutkan sesuatu itu kekal abadi.
Bandingkan tafsiran di atas ini dengan pemahaman yang sesat dan menyesatkan yang mengatakan akhirat tidak
kekal?!
sumber: http://www.rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2900-menyanggah-buku-ternyata-akhirat-tidak-kekal.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar