Jumat, 11 Maret 2011

KARAKTERISTIK NEO HADDADIYAH

(Menyingkap Karakter Haddadiyah Yang Tersembunyi Pada Pengaku-ngaku Salafiyah Yang Hakikatnya Adalah Hizbiyah Yang Membinasakan)
Oleh : Ustadz Abu Salmah al-Atsari


Sebenarnya telah banyak para ulama yang memperingatkan akan bahaya dan kerusakan manhaj haddadiyah ini, terdepan di kalangan para ulama yang telah menjelaskan akan bahaya manhaj ini adalah :
1. Al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu dalam ceramah beliau yang berjudul Haqiqotul Bida’ wal Kufri, dan masih banyak lagi ceramah-ceramah beliau lainnya.
2. Al-Imam al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdilllah bin Baz rahimahullahu di dalam kaset-kaset rekaman ceramah dan tanya jawab beliau yang tersebar, diantaranya yang berjudul Kibarul ‘Ulama Yatakallamuuna ‘anid Du’at dan Majmu’ Fatawa wa Maqoolat Mutanawwi’ah juz XXVIII
3. Al-Imam al-Faqih Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullahu di dalam Liqo’ Babil Maftuh no. 67, 98 dan selainnya.
4. Al-‘Allamah al-Muhaddits ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullahu dalam risalah Rifoqn Ahlas Sunnah dan al-Hatstsu ‘ala ittiba`is Sunnah, dan selainnnya dari ceramah-ceramah beliau.
5. Al-‘Allamah DR. Prof. Rabi’ bin Hadi al-Madkholi hafizhahullahu dalam artikel beliau yang berjudul Mumayyizat al-Haddadiyah dan selainnya.
6. Al-‘Allamah DR. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullahu dalam buku beliau Zhahiratut Takfir, at-Tabdi’ wat Tafsiq dan kumpulan ceramah beliau di dalam Silsilah Muhadhoroh fil Aqidah wad Da’wah.
7. Al-‘Allamah DR. Bakr Abu Zaid dalam buku beliau, Tashnifun Naas bayna azh-Zhonni wal Yaqin.
8. Masyaikh Yordania di dalam ceramah-ceramah mereka yang mereka sampaikan di dauroh-dauroh dan liqo’at mereka.
9. Syaikh Amru ‘Abdul Mun’im Salim dalam buku beliau yang bagus al-Ushul allati bana ‘alaihaa ghulaatu madzhabihim fit tabdi’.
10. dan ulama-ulama lainnya yang tidak terhitung yang semuanya mencela sikap ghuluw di dalam tabdi’ dan menvonis manusia.
Haddadiyah sendiri adalah sebuah penisbatan kepada Abu Muhammad al-Haddad, salah seorang mantan murid Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkholi yang memiliki penyimpangan-penyimpangan pemikiran yang berbahaya, yang berangkat dari sikap ghuluw-nya di dalam beragama, yang mencela semua pemahaman selain pemahamannya, bahkan termasuk pencelaan kepada para ulama semisal Imam Abu Hanifah, al-Hafizh Ibnu Hajar, Imam Nawawi dan selain mereka yang terjatuh kepada kesalahan.
Pemikiran ini hidup kembali dan bangkit menyusup ke barisan para pemuda mutamassikin pada awalnya, lalu berubah menjadi ghulat haddadiyah gaya baru yang dikenal akan karakter keras, bengis, mudah menvonis dan sangat arogan serta sombong. Berikut ini adalah diantara karakteristik mereka :
1- Menjadikan Salafiyyah Sebagai Hizbiyyah
Diantara karakteristik penting Haddadiyah adalah menjadikan manhajnya sebagai manhaj hizbiyyah dengan beraneka ragam bentuknya, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Gegabah dan Mudah menvonis bid’ah, fasiq dan sesat.
Imam Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu memperingatkan dari hizbiyah yang menyebut diri mereka sebagai salafiyyun namun mereka mudah menvonis sesat, bid’ah dan fasiq datu dengan lainnya, beliau rahimahullahu berkata :
ولا شك أن الواجب على جميع المسلمين أن يكون مذهبهم مذهب السلف لا الانتماء إلى حزب معين يسمى السلفيين. والواجب أن تكون الأمة الإسلامية مذهبها مذهب السلف الصالح لا التحزب إلى ما يسمى (السلفيون) فهناك طريق السلف وهناك حزب يسمى ( السلفيون) والمطلوب اتباع السلف, إلا أن الإخوة السلفيين هم أقرب الفرق إلى الصواب ولكن مشكلتهم كغيرهم أن بعض هذه الفرق يضلل بعضا ويبدعه ويفسفه ونحن لا ننكر هذا إذا كانوا مستحقين, لكننا ننكر معالجة هذه البدع بهذه الطريقة…
“Tidak ragu lagi, bahwa wajib bagi seluruh kaum muslimin agar menjadikan madzhab mereka dengan madzhab salaf, bukannya berintima’ (condong) kepada kelompok spesifik yang disebut dengan “salafiyyin”. Wajib untuk menjadi umat yang satu yaitu yang madzhabnya adalah madzhab as-Salaf ash-Shalih dan tidak malah bertahazzub (berkelompok-kelompok) kepada kelompok yang disebut dengan “salafiyyin”. Ada thoriq (metode) salaf dan adapula kelompok yang disebut dengan “salafiyyin” sedangkan yang dituju adalah ittiba’ (menauladani) salaf. Hanya saja, ikhwah (saudara-saudara) kita salafiyyin, mereka ini adalah kelompok yang paling dekat dengan kebenaran, namun problematika mereka adalah sama dengan kelompok-kelompok lainnya, yaitu sebagian oknum dari kelompok ini, mereka mudah menvonis sesat, menvonis bid’ah dan fasiq. Kami tidak mengingkari hal ini apabila mereka memang orang yang berhak untuk melakukannya (menvonis), namun yang kami ingkari adalah sikap memperbaiki kebid’ahan ini dengan metode yang seperti ini…” [1]
Imam Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu juga berkata:
السلفية هي اتباء منهج النبي صلى الله عليه و سلم وأصحبه لأنه مَن سلفنا تقدموا علينا, فاتباعهم هو السلفية. وأما اتخاذ السلفية كمنهج خاص ينفرد به الإنسان ويضلّل من خالفه من المسلمين ولو كانوا على حقّ فلا شك أن هذا خلاف السلفية. لكن بعض من انتهج السلفية في عصرنا هذا صار يضلل كل من خالفه ولو كان الحق معه واتخاذها بعضهم منهجا حزبيا كمنهج الأحزاب الأخرى التي تنتسب إلى الإسلام وهذا هو الذي ينكر ولا يمكن إقراره. فالسلفية بمعنى أن تكون حزبا خاصا له مميزاته و يضلل أفراده سواهم فهؤلاء ليسوا من السلفية شيء. وأما السلفية التي هي اتباع منهج السلف عقيدة وقولا وعملا واختلافا واتفاقا وتراحما وتوادا كما قال النبي صلى الله عليه و سلم ((مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم كمثل الجسد الواحد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر)). فهذه هي السلفية الحقة.
“Salafiyyah adalah ittiba’(penauladanan) terhadap manhaj Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya, dikarenakan mereka adalah salaf kita yang telah mendahului kita. Maka, ittiba’ terhadap mereka adalah salafiyyah. Adapun menjadikan salafiyyah sebagai manhaj khusus yang tersendiri dengan menvonis sesat orang-orang yang menyelisihinya walaupun mereka berada di atas kebenaran, maka tidak diragukan lagi bahwa hal ini menyelisihi salafiyyah!!! Akan tetapi, sebagian orang yang meniti manhaj salaf pada zaman ini, menjadikan (manhajnya) dengan menvonis sesat setiap orang yang menyelisihinya walaupun kebenaran besertanya. Dan sebagian mereka menjadikan manhajnya seperti manhaj hizbiyah atau sebagaimana manhaj-manhaj hizbi lainnya yang memecah belah Islam. Hal ini adalah perkara yang harus ditolak dan tidak boleh ditetapkan. Jadi, salafiyah yang bermakna sebagai suatu kelompok khusus, yang mana di dalamnya mereka membedakan diri (selalu ingin tampil beda) dan menvonis sesat selain mereka, maka mereka bukanlah termasuk salafiyah sedikitpun!!! Dan adapun salafiyah yang ittiba’ terhadap manhaj salaf baik dalam hal aqidah, ucapan, amalan, perselisihan, persatuan, cinta kasih dan kasih sayang sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Permisalan kaum mukminin satu dengan lainnya dalam hal kasih sayang, tolong menolong dan kecintaan, bagaikan tubuh yang satu, jika salah satu anggotanya mengeluh sakit, maka seluruh tubuh akan merasa demam atau terjaga.” Maka inilah salafiyah yang hakiki!!!”[2]
Dan masih banyak ucapan-ucapan yang semisal dari Imam Ibnu ‘Utsaimin dan selain beliau dari ulama ahlus sunnah –rahimallohu mayyitahum wa hafizha lil ummah hayyahum-.
Namun, adakah dari mereka yang mengambil ibrah darinya?! Ataukah merasa bahwa nasehat para ulama ini tidak penting?! Atau menganggap nasehat ini bukanlah untuk mereka namun bagi mereka yang ghuluw, aduhai betapa banyak orang yang ghuluw namun tidak merasa bahwa mereka berada di atasnya! Inilah karakter pertama dan utama mereka, yaitu mudah dan serampangan di dalam menvonis sesat, bid’ah atapun fasik, yang mana karakter ini merupakan bagian dari sikap hizbiyyah.
b. Sibuk dengan Tashnif (menggelar-gelari dan mengkotak-kotakkan) manusia secara gegabah dan serampangan tanpa ilmu
Berkata al-‘Allamah Bakr Abu Zaid hafizhahullahu:
وفي عصرنا الحاضر يأخذ الدور في هذه الفتنة دورته في مسلاخ من المنتسبين إلى السنة، متلفعين بمرط ينسبونه إلى السلفية ظلماً لها ، فنصبوا أنفسهم لرمي الدعاة بالتهم الفاجرة المبنية على الحجج الواهية ، واشتغلوا بضلالة التصنيف…
“Di zaman kita sekarang ini, turut mengambil andil di dalam peredaran fitnah yang perputarannya berada di dalam kulit orang-orang yang menisbatkan diri kepada sunnah yang ditutupi dengan balutan dengan kain wool, mereka menyandarkan hal ini kepada salafiyyah untuk menzhalimi dakwah salafiyah ini, mereka tegakkan diri mereka dengan melemparkan tuduhan keji yang dibangun di atas hujjah-hujjah yang lemah, dan mereka sibukkan diri dengan kesesatan tashnif …”[3]
Beliau hafizhahullahu juga berkata :
وهذا الانشقاق في صف أهل السنة لأول مرة ، حسبما نعلم يوجد في المنتسبين إليهم من يشاقهم ، ويجند نفسه لمثافنتهم ويتوسد ذراع الهم لإطفاء جذوتهم, والوقوف في طريق دعوتهم ، وإطلاق العنان للسان يفري في أعراض الدعاة ، ويلقي في طريقهم العوائق في عصبية طائشة…
“Perseteruan yang terjadi di barisan ahlus sunnah pada awal mulanya, sebagaimana kita ketahui, ditemukan pada orang-orang yang menyandarkan diri padanya ada orang yang memusuhinya, dia kerahkan dirinya untuk menemani mereka dan berbantal sejengkal keinginan untuk memadamkan bara apinya, berhenti di jalan dakwah mereka, dan melepaskan kendali lisan untuk membuat kedustaan terhadap kehormatan pada da’i, dan didapatkan di dalam jalan mereka adanya fanatisme yang menyedihkan (gegabah)…”[4]
Iya, sungguh benar Syaikh Bakr Abu Zaid, memang ada sebagian oknum yang berpakaian dengan pakaian salafiyyah, mengaku-ngaku darinya, namun keinginannya adalah ingin merusak barisan salafiyyah dengan melemparkan tashnif dan tuduhan-tuduhan dusta. Seringkali terucap dari lisan keji mereka : ”sururi”, ”turotsi”, ”irsyadi”, ”hizbi”, ”al-kadzdzab” dan tuduhan-tuduhan lainnya yang bahkan istilah-istilah baru mereka adakan untuk melariskan tashnif mereka kepada manusia, dengan sebutan ”salafi pramuki”, ”salafi sana sini”, ”salafi wisma erni” dan segala macam lainnya. Allohumma na’udzubika minal fizhozhoh.
c. Fanatik dengan pendapat ulama tertentu dan menerapkan wala dan baro` dengannya
Ini adalah salah satu bentuk hizbiyah mereka, yaitu apabila tidak berpendapat dengan pendapat syaikh atau ustadz mereka, maka mereka akan terapkan sikap permusuhan dan baro’ mereka kepada yang menolak pendapat syaikh atau gurunya. Padahal, masalah yang diperselisihkan di sini adalah masalah ijithadiyah yang debatable. Bahkan mereka yang menolak pendapat mereka didukung oleh ulama ahlus sunnah pula. Namun karena tidak sama dengan pendapat para ghulat ini –dan mungkin juga karena dibakar sikap dengki, iri dan hasad- maka mereka menerapkan sikap permusuhan yang keras dan melontarkan makian, celaan dan hujatan keji kepada fihak yang berbeda dengannya.
Mereka mengatakan, ”Syaikh Fulan adalah ulama ahli Jarh wa Ta’dil”, atau ”Syaikh Fulan adalah lebih ’alim” atau ucapan semisal. Maka dengan demikian, yang wajib semua orang untuk menerimanya, tak terkecuali siapapun. Adapun ulama ahlus sunnah lain yang berbeda dengan ulama yang mereka pegang pendapatnya, maka mereka mengatakan, ”Syaikh tersebut tidak faham keadaan sebenarnya”, atau ’Syaikh tersebut ditipu oleh hizbiyyin” dan ucapan-ucapan semisalnya yang merendahkan dan merupakan tha’n kepada masyaikh tersebut.
Padahal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata :
وليس لأحد أن ينصب للأمة شخصاً يدعو إلى طريقته، ويوالي ويعادي عليها غير النبي صلى الله عليه وسلم، ولا ينصب لهم كلاماً يوالي عليه ويعادي غير كلام الله ورسوله وما اجتمعت عليه الأمة، بل هذا من فعل أهل البدع الذين ينصبون لهم شخصاً أو كلاماً يفرقون به بين الأمة، يوالون به على ذلك الكلام أو تلك النسبة ويعادون
“Tidak seorangpun berhak menentukan untuk umat ini seorang figur yang diseru untuk mengikuti jalannya, yang menjadi tolok ukur dalam menentukan wala’ dan bara’ selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, begitu juga tidak seorangpun yang berhak menentukan suatu perkataan yang menjadi tolok ukur dalam berwala’ dan baro’ selain perkataan Allah dan Rasul-Nya serta apa yang menjadi kesepakatan umat, tetapi perbuatan ini adalah kebiasaan Ahli bid’ah, mereka menentukan untuk seorang figur atau suatu pendapat tertentu, melalui itu mereka memecah belah umat, mereka menjadikan pendapat tersebut atau nisbat tersebut sebagai tolok ukur dalam berwala’ dan baro’.”[5]
Sekiranya mereka berpijak pada metodologi ilmiah, maka mujadalah dan manozhoroh ilmiah yang berangkat dari keinginan tulus untuk munashohah (saling menasehati) dan meluruskan kesalahan, saling mengingkari dengan adab dan ushlub yang baik, tanpa diiringi tahjir (menghajr/memboikot), tajrih (menjarh/mencacat kredibilitas seseorang), tabdi’, tafsiq hingga tadhlil (menvonis sesat) fihak lawannya-lah yang seharusnya mereka terapkan dan aplikasikan. Namun, sebagian mereka yang jahil, sok nyalaf dan sok ahli jarh wa ta’dil, merusak tatanan ilmiah ini dan menghalalkan bid’ah hizbiyah semisal ini di dalam manhaj salaf yang mulia ini dengan perilaku seperti ini. Wallohul Musta’an.
d. Menggunakan Kaidah Rusak : Apabila tidak sepakat denganku maka menjadi musuhku
Inilah kaidah dan syiar mereka, yaitu :
إن لم يكن معنا فعلينا… إذا لم تكن معي فأنت ضدي
“Jika tidak beserta kami maka musuh kami… Jika kamu tidak setuju denganku maka kamu musuhku…” dan ucapan semisal…
Inilah kaidah rusak mereka yang sangat kentara sekali. “…Jika kamu tidak mau menuduh Syaikh Surkati hizbiy, mubtadi’, aqlaniy atau antek belanda, maka kamu adalah Surkatiyyun, Irsyadiyyun… atau tuduhan semisalnya yang keji dan berangkat dari kejahilan yang rangkap (jahil murokkab). Jika kamu tidak mau menolak kerjasama dengan Ihya’ut Turats maka kamu adalah Turotsi, hizbi, pembela dan anak buah Abdurrahman Abdul Khaliq, gila dinar Kuwait, mengais fulus, dan ucapan-ucapan kotor lainnya…
Imam Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berkata :
فمن الناس من يتحزب إلى طائفة معينة ، يقرر منهجها ، ويستدل عليه بالأدلة التي قد تكون دليلاً عليه ، وقد تكون دليلاً له ، ويحامي دونها ويضلل من سواها ، وإن كانوا أقرب إلى الحق منها يضلل، ويأخذ بمبدأ ( من ليس معي فهو عليّ ) وهذا مبدأ خبيث
”Diantara manusia ada yang bertahazzub kepada suatu kelompok tertentu, menetapkan manhajnya, beristidlal (menggunakan dalil) dengan dalil-dalil yang seringkali merupakan dalil yang membantah dirinya sendiri dan terkadang dalil yang menyokongnya. Dia hinakan selain kelompoknya dan dia vonis sesat, walaupun mereka ini adalah (kelompok) yang lebih dekat kepada kebenaran namun diantara mereka (ada oknum) yang gemar menvonis bid’ah dan mengambil mabda’ (landasan) ”Barangsiapa yang tidak sepakat denganku maka ia musuhku”, dan ini adalah mabda’ yang khabits (buruk).”[6]
Mabda’ ini merupakan ciri khas yang paling tampak pada mereka, dan hal ini sangat terlihat jelas pada sebagian oknum yang mengatasnamakan diri sebagai salafiyyah, bahkan mengklaim sebagai satu-satunya salafiy sejati yang kebal manhajnya, yang doyan menuduh sana sini dengan kebodohan dan kedengkian, dengan hawa nafsu dan ambisi pribadi, hanya untuk memenuhi obsesi sebagai ahli cela mencela dan tukang hujat yang produktif, yang terbakar oleh semangat jahiliyah yang membara, untuk membela manhajnya yang rusak dan buruk. Nas’alulloha as-Salamah min hadzihil Juhalaa’ al-Khubatsa’.
[1] lihat : Syarh al-Arbaain an-Nawawiyyah, oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin, Cet. I, 1424/2003, Darun Nasyr Lits Tsuroya, Riyadh, hal. 272, hadits no. 28, fawaid ke-16
[2] Lihat : Liqo’ul Babil Maftuuh, pertanyaan no. 1322 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin; dinukil dari Aqwaalu wa Fataawa al-Ulama’ fit Tahdziri min Jama’atil Hajr wat Tabdi’, penghimpun : Kumpulan Para Penuntut Ilmu, cet. II, 1423/2003.
[3] Lihat : Tashnifun Naas Bayna azh-Zhonni wal Yaqin, karya : DR. Bakr Abu Zaed, cet. I, 1414/1995, Darul Ashimah, hal. 28-29
[4] Lihat : Tashnifun Naas Bayna azh-Zhonni wal Yaqin, op.cit., hal. 40
[5] Lihat : Majmu’ Fatawa XX:164 melalui perantaraan Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah oleh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Abdul Muhsin al-Abbad
[6] Lihat : Kasyful Haqo`iq al-Khofiyyah ’inda al-Mudda’i as-Salafiyyah oleh Mat’ab al-Ushoimi, didownload dari www.tarafen.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar